Minggu, 14 Juli 2013

Saw you, in here.

                Banyak cara untuk bisa mencintai seseorang. Banyak alasan untuk dapat mencintai ataupun menghentikan rasa itu. Dan banyak juga cara untuk menyampaikan rasa itu, dengan cara berbeda, menghanyutkan, atau bahkan membunuh perasaan itu sendiri. aku belajar dari bagaimana aku pernah gagal. Aku belajar dari bagaimana bisa aku menahan perasaan itu ketika seharusnya perasaan ini tidak tertahan. Dan aku juga belajar dari gadis itu.
                Aku melihat gadis itu hanya bersembunyi dibalik pondok kenangannya. Dengan seulas senyum tipis yang dipaksakan hanya untuk dapat melihat “keindahan” yang pernah dia miliki. Hanya untuk sekedar melepas rindu dengan menatap dari kejauhan, dia sudah bahagia. Lalu aku melihatnya menuliskan sepucuk surat dan memasukkan ke dalam botol. Lalu dia melemparkan botol itu ke depan pantai. Dan pada akhirnya surat itu akan menepi  sendiri ke tempat kemana surat itu harus berlabuh. Cara kuno bukan? Tapi aku suka melihatnya.
                Botol menepi. Surat itu sekarang berada dalam genggaman “keindahan” gadis itu. dia membaca. Lama sekali. Sesekali tersenyum. Sesekali terlihat air muka iba. Dan sesekali, dia hanya dapat menghela nafas.

                “ aku hanya bisa hidup di dalam bayangannya saja. Tidak bisa lebih dan aku tidak tahu apakah bisa menjadi lebih lagi. Aku pernah bertemu makhluk Tuhan yang sangat indah,dia indah dan sangat indah. Aku tidak bisa menyusun kata-kata yang pantas untuk menyampaikannya. Waktu berjalan cepat dan berakhir entah sampai kapan. Semua berubah tanpa aku bisa menghentikan itu.
Dulu aku bisa melihatnya dari dekat, tapi sekarang aku hanya mampu melihatnya dari balik pondok itu, ya.. katakanlah itu pondok kenangan. Dulu aku bisa menyeka keringat yang mengalir di dahinya, tapi sekarang aku hanya bisa melihatnya menyeka keringat itu sendirian. Dulu aku bisa menjadi alasannya tertawa, tapi sekarang aku tergantikan. Dulu adalah dulu, dan aku sudah hidup di masa sekarang.
Tuhan adil, memberikan dia hanya untuk sementara. Tuhan mengajarkanku bagaimana untuk tidak menyakiti makhluk indahnya itu. aku tahu, aku terlampau jauh menyakiti makhluk indah itu. dia indah, sangat indah. Mungkin dia memang hanya pantas untuk keindahan lainnya. Tapi apakah salah jika suatu saat aku ingin mengambil keindahan yang pernah menjadi milikku lagi?
Makhluk indah itu pernah berkata akan tetap membuatku tertawa. Tapi aku hanya bisa menangis setelah dia mengatakan itu. dia pernah berkata bahwa aku tidak boleh menangis. Tapi dia selalu membuatku menangis karena ketakutan. Aku tahu dia indah, dan banyak yang ingin memilikinya. Itulah yang kutakutkan, bukan menjaganya, tetapi malah membuatnya menjadi resah karena kegelisahan berlebihanku.
Disini adalah titik awal aku melihat namaku diukir diatas pasir ini. Iya pasir yang putih dan suci ini. Dengan sesederhana mungkin dia mengukirnya dan aku terkesan. Tapi dia salah, dia mengukir sangat dekat dengan pantai. Pantas saja dalam sekejap tulisan itu hilang. harusnya dia meniru aku, menuliskan nama itu dalam sebuah ukiran, dalam sebuah tulisan, dalam sebuah gambar. Itu tidak akan hilang kecuali aku sendiri yang merusaknya. Lihatnya, mereka masih terjaga sampai sekarang.
Ada masanya aku ingin menangis, ingin marah, kecewa, sakit hati. Tapi untuk apa? Makhluk indah itu memang sudah terlampau bahagia, meskipun dia tidak sadar, perlahan mereka menjauhinya. Dan hari ini, aku bertemu dengannya tanpa sengaja. Dia sendiri dan aku tidak punya sedikit pun keberanian untuk hanya sekedar menyapa, menanyakan kabarnya, ataupun memberikan makanan kesukaannya. Tidak. Aku terlalu takut melakukan itu. aku takut justru malah semakin terjebak ke dalam perasaanku sendiri yang tidak bisa kukendalikan.
Lalu, mata kami  tidak sengaja saling bertemu. Tatapan mata itu. sendu. Sendu dan menghanyutkan. Hanya tatapan matanya lah yang kusuka. Dan kemudian kami saling berpaling. Berpura-pura tidak pernah terjadi. Tapi itu tidak hanya sekali. Berulang kali. Dan aku sadar, bukan hanya aku yang memperhatikannya, tapi aku juga merasa diperhatikan. Namun, dari titik terjauh dari pusat tubuhnya. Dari sudut terjauh dari perasaannya. Dia..... belum berubah sepenuhnya.
Dan aku, hanya bisa sedikit saja memberikannya senyuman. Senyum yang sangat tipis. Senyum pemaksaan, dan kuharap dia bisa memberikan lebih. Tapi yang kuharap hanyalah kehampaan. Aku yang memulai untuk menjauhi, dan begitu juga dia mengikuti. Aku yang merusak, dan dia mengikuti. Dia hanya memberikan senyum tipis yang dipaksakan juga. Ya, disertai mata sendunya.
Lalu aku merasa ini adalah hari terburuk yang pernah kualami. Bertahun-tahun aku menjauhinya, dan semua hilang perlahan. Namun hanya dalam hari ini semua terasa kembali. Lalu untuk waktu yang lama aku berdiam diri. Merenungkan apa yang harusnya aku lakukan. Lihatlah sayang, ini bukan malapetaka! Bukankah aku sangat merindukannya? Harusnya rasa rindu itu terobati hanya dengan sekedar melihat tatapan mata itu.
Aku hanya tidak ingin terpuruk lebih lama lagi. Dan akhirnya aku hanya bisa mengagumi ciptaan Tuhan itu dari jauh. Mengubah semua rasa sakit itu menjadi rasa kebahagiaan. Aku bahagia, rinduku terobati. Aku bahagia hanya bisa mengenang rasa yang dulu pernah aku rasakan bersamanya, aku bahagia hanya bisa melihatnya dari kejauhan tanpa harus menyentuh ke dalam hidupnya lebih dalam lagi. Dan aku bahagia, aku memiliki mereka semua yang melindungiku seperti kamu yang pernah melindungiku.
Aku hanya bisa berterima kasih kepada Tuhan karena pernah mengenalkan makhluk indahnya kepadaku. Menatap, merasakan, mencintai, semua dari kejauhan. Itu sudah cukup untuk mengajarkanku bagaimana caranya berterimakasih dan menghargai penyesalan....”


Lalu aku melihat lelaki itu hanya tersenyum tipis. Aku tidak tahu apa yang ada dipikirannya setelah membaca surat itu. lalu kulihat gadis itu juga tersenyum. Menghela nafas lalu pergi meninggalkan pondok itu. dari mereka aku belajar, penyesalan bisa kuubah menjadi suatu kebijakan. Kesedihan bisa kuubah menjadi kebahagiaan. Karena, terkadang aku lebih suka membiarkan semuanya mengalir, meskipun aku tahu aku memaksakan aliran itu....